Opini - Maraknya Tauran Antar Pelajar di Indonesia
"
Normal
0
false
false
false
IN
X-NONE
X-NONE
...
Tawuran antar pelajar di daerah terutama
kota-kota besar sering terjadi dan seolah menjadi tradisi bagi pelajar seperti
yang terjadi baru-baru ini, seperti yang
terjadi pada Alawy Yusianto Putra pelajar kelas X SMA 6 Jakarta tewas dalam
tawuran dengan SMA 70di Bulungan, 24 September 2012 lalu.
tawuran tersebut, bukan hal yang baru terjadi
karena kedua sekolah tersebut berseteru sejak puluhan tahun lalu. Hal ini
diangkat kembali dan kemungkinan akan tenggelam begitu saja tanpa penyelesaian
yang tuntas dan akan naik kembali menjadi pemberitaan hangat di masa yang akan
datang.
Oleh karena demikian melihat karakteristik
masyarakat yang terfokus pada sebuah masalah kemudian mencoba mengobati masalah
dengan cara singkat, misalnya menandatangani surat perjanjian, menurunkan
polisi di daerah rawan, menghukum seberat-beratnya pelaku sebagai efek jera
pagi pelaku lain selain menggelar berbagai penyuluhan.
Bila hal-hal tersebut diatas terus
dilakukan.Akan menjadi peristiwa yang sama terulang (de javu). Untuk itu perlu
melakukan evaluasi pada pendidikan. Tidak ada ilmu yang mengajarkan untuk
berbuat jahat. Tapi mengapa pada penerapannya, seakan anak-anak muda berusia
tanggung ini lupa ingatan dengan apa yang telah mereka pelajari.
Menurut pengamatan, adanya pengkotak-kotakan
antara kehidupan di rumah, di sekolah, dan lingkungan bermain yang memiliki
rule sendiri dan seakan terpisah dengan kotak yang lain. Sebagai contoh anak harus menghormati orang
tua, pernyataan ini hanya dimasukan dalam kotak pelajaran budi pekerti dan
tidak masuk dalam kotak kehidupan dalam keluarga. Maka anak-anak tidak merasa
bersalah ketika dalam kehidupan nyata, mereka tidak menghormati orang tua
mereka namun di sisi lain mereka mendapat nilai A untuk mata pelajaran budi
pekerti ataupun agama,asungguh menyedihkan. Perlu adanya penghubung antara ilmu yang
didapat dengan penerapan ilmu di kehidupan nyata, tidak hanya pelajaran diatas
kertas.
Hal lain yang tak kalah penting adalah
pelajaran yang begitu banyak diterima anak di sekolah hingga menimbulkan stres
tersendiri. Stres itu dikatakan tidak merusak jika anak memiliki manajemen
stres yang baik, tapi jika tidak punya maka stres bisa dilampiaskan dengan cara
yang tidak wajar seperti berkelahi, narkoba, hingga bunuh diri. Setiap anak harus belajar berbagai pelajaran
dan belum tentu anak menguasai semua sehingga harus mengambil les privat dan
merelakan jam bermain mereka. Tidak heran anak akhirnya menjadi pemberontak dan
menjadikan jam belajar mereka menjadi jam bermain dengan perilaku yg tampak
seperti tidak serius di kelas, bolos, memberontak dan lain-lain.
Selain itu masih banyak faktor lainnya
seperti pengaruh media, game, gambar diri 'hero' yang salah, kurangnya tempat
penyaluran yang positif bagi tenaga yang berlebihan, kurangnya penghargaan bagi
prestasi anak-anak,dan lain-lain. Membentuk anak yang berakhlak sangat baik
dilakukan dari usia dini, perlu mengenali kelebihan anak dari usia dini lalu
mendukung mereka, kenali kekurangan anak dari usia dini lalu terimalah
kekurangan itu dan mendorong mereka maju semampu mereka bukan semau kita. Maka
anak dengan sendirinya memiliki pribadi yang sehat secara psikologis.
Oleh :
M.Topik
0 komentar:
Posting Komentar